10.53
0
KIM Swararinggit mengikuti Sosialisasi BPJS yang diadakan oleh KOMINFO Kabupaten Pasuruan di Desa Sukorno Kecamatan Prigen. isi dari sosialisasi ini adalah bahwa jaminan kesehatan yang diprogramkan oleh pemerintah bersifat wajib, untuk lebih jelasnya di bawah ini adalah isi dari












PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR  111  TAHUN  2013
TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a.  bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan perlu disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  5256);

3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29);    

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29), diubah sebagai berikut: 1. Diantara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1A

BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden.

2.  Ketentuan …

2. Ketentuan Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya; b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya; dan c. bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

(2) Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f. pegawai swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

(3) Pekerja Bukan Penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a.  Pekerja …

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

(4) Bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. investor; b. Pemberi Kerja;  c. penerima pensiun; d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan;  f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan g. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.

(5) Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d.  janda …

   

- 5 -

d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang mendapat hak pensiun;  e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak pensiun.  (6) Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. (7) Jaminan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang- undangan tersendiri. 

3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Anggota  keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak- banyaknya 5 (lima) orang. (2)  Anak…

   

- 6 -

(2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria: 1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan 2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. (3) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. (4) Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi anak ke 4 (empat) dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.

4. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia. (2) Kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai tanggal 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi: a. PBI Jaminan Kesehatan; b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya;

c.  Anggota …

   

- 7 -

c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya; dan e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya.

(3) Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan Jaminan Kesehatan selain Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi:

a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara, usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil paling lambat tanggal 1 Januari 2015; b. Pemberi Kerja pada usaha mikro paling lambat tanggal 1 Januari 2016; dan c. Pekerja bukan penerima upah dan bukan Pekerja paling lambat tanggal 1 Januari 2019.

(4) BPJS Kesehatan mulai tanggal 1 Januari 2014 tetap berkewajiban menerima pendaftaran kepesertaan yang diajukan oleh Pemberi Kerja serta Pekerja Bukan Penerima Upah dan bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

5.  Diantara …

   

- 8 -

5. Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6A

Penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. 

6. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah, diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Pemberi Kerja sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. (2) Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan. (2a)  Pekerja …

   

- 9 -

(2a) Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), iurannya dibayar sesuai ketentuan Peraturan Presiden ini.

(2b) Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.

(3) Setiap Pekerja Bukan Penerima Upah wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.

(4) Setiap orang bukan Pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.

7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), ketentuan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut: 

Pasal 16 …

   

- 10 -

Pasal 16

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah.

(1a) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah.

(2) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.

(3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

(3a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku bagi:

a. penerima pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d; dan b. Veteran dan Perintis Kemerdekaan.

(4) Dihapus.

8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 9 (sembilan) pasal, yakni Pasal 16A, Pasal 16B, Pasal 16C, Pasal 16D, Pasal 16E, Pasal 16F, Pasal 16G, Pasal 16H, dan Pasal 16I sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 16A …

   

- 11 -

Pasal 16A

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan.

Pasal 16B

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan. (2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan ketentuan sebagai berikut: a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan  b. 2% (dua persen) dibayar oleh Peserta. (3) Kewajiban Pemberi Kerja dalam membayar iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan oleh: a. Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat; dan

b. Pemerintah …

   

- 12 -

b. Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Daerah. 

Pasal 16C

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) yang dibayarkan mulai  tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan b. 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.  (2) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

(3)  Iuran …

   

- 13 -

(3) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan.

Pasal 16D

Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) sebesar 2 (dua) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) orang anak.

Pasal 16E

(1) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan keluarga, kecuali bagi Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri. (2) Iuran Jaminan Kesehatan untuk Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan penghasilan tetap. (3)  Gaji …

   

- 14 -

(3) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan tetap.

(4) Tunjangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tunjangan yang dibayarkan kepada Pekerja tanpa memperhitungkan kehadiran Pekerja. 

Pasal 16F

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja:

a. sebesar Rp 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. sebesar Rp 42.500,00 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

c. sebesar Rp 59.500,00 (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Pasal 16G …

   

- 15 -

Pasal 16G

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari besaran pensiun pokok dan tunjangan keluarga yang diterima per bulan.

(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Pemerintah dan penerima pensiun dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemerintah; dan  b. 2% (dua persen) dibayar oleh penerima pensiun.

(3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf e dan huruf f, mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16F.

(4) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

Pasal 16H …

   

- 16 -

Pasal 16H

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh Peserta.

(2) Besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari Gaji atau Upah Peserta Pekerja Penerima Upah per orang per bulan.

(3) Besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja ditetapkan sesuai Manfaat yang dipilih mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16F.

Pasal 16I

Besaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A, Pasal 16B, Pasal 16C, Pasal 16F, Pasal 16G, dan Pasal 16H ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

9.  Judul …

   

- 17 -

9. Judul Bagian Kedua dari Bab IV Iuran diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Iuran

10. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

(1) Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari Pekerjanya, membayar iuran yang menjadi tanggung jawabnya, dan menyetor iuran tersebut kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

(2) Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah, penyetoran iuran kepada BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rekening kas negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyetoran iuran dari rekening kas negara kepada BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 

(4)  Apabila …

   

- 18 -

(4) Apabila tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur,  maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.

(5) Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara, dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.

(6) Dalam hal keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) lebih dari 3 (tiga) bulan, penjaminan dapat diberhentikan sementara.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait.

11. Diantara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 17A dan Pasal 17B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A …

   

- 19 -

Pasal 17A

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16F dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) kepada BPJS Kesehatan.  (2) Iuran Jaminan Kesehatan dapat dibayarkan untuk lebih dari 1 (satu) bulan yang dilakukan di awal.  (3) Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak. (4) Dalam hal keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih dari 6 (enam) bulan, penjaminan dapat diberhentikan sementara. (5) BPJS Kesehatan wajib mengembangkan mekanisme penarikan iuran yang efektif dan efisien bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6)  Ketentuan …

   

- 20 -

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

Pasal 17B

(1) Ketentuan mengenai penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban Iuran Jaminan Kesehatan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dengan Peraturan  Menteri Keuangan.

(2) Ketentuan mengenai pengaturan penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan dari pegawai negeri, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri, dan pemerintah daerah diatur oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan kewenangannya.

12. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 18 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18 …

   

- 21 -

Pasal 18

(1) BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan Iuran Jaminan Kesehatan sesuai dengan Gaji atau Upah Pekerja.

(1a)Perhitungan kelebihan atau kekurangan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada daftar Gaji atau Upah Pekerja.

(2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.

(3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.

13. Ketentuan Pasal 19 dihapus.

14. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 22 …

   

- 22 -

Pasal 22

(1) Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. administrasi pelayanan; 2. pelayanan promotif dan preventif; 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis; 7. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan 8. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup:

1. administrasi pelayanan; 2. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis; 3.  tindakan ..

   

- 23 -

3. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;  4. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 5. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; 6. rehabilitasi medis; 7. pelayanan darah; 8. pelayanan kedokteran forensik klinik;  9. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan; 10. perawatan inap non intensif; dan  11. perawatan inap di ruang intensif. c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dalam hal pelayanan kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah ditanggung dalam program pemerintah, maka tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang dijamin. (3) Dalam hal diperlukan, selain pelayanan kesehatan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) Peserta juga berhak mendapatkan pelayanan berupa alat kesehatan. (4) Jenis dan plafon harga alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri. 15.  Ketentuan …

   

- 24 -

15. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:  Pasal 23 Manfaat akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) berupa layanan rawat inap sebagai berikut: a. ruang perawatan kelas III bagi: 1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah; dan 2. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. b. ruang Perawatan kelas II bagi: 1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 4.  Peserta …

   

- 25 -

4. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan 5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

c. ruang perawatan kelas I bagi:

1. Pejabat Negara dan anggota keluarganya; 2. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;  3. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; 4. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; 5. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya; 6.  janda …

   

- 26 -

6. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; 7. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas 1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan 8. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25

(1) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: a. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku; b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di  Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

c.  pelayanan …

   

- 27 -

c. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan  kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; d. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;  e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas; h. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi); i. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol; j. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; k. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment); l. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen); m. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu; n.  perbekalan …

   

- 28 -

n. perbekalan kesehatan rumah tangga;

o. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;

p. biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events); dan

q. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan.

(2) Kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p ditetapkan oleh Menteri.

17. Di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 27A dan Pasal 27B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27A

BPJS Kesehatan melakukan koordinasi Manfaat dengan program jaminan sosial di bidang kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas. 

Pasal 27B …

   

- 29 -

Pasal 27B

Dalam hal Fasilitas Kesehatan tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka mekanisme penjaminannya disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan atau badan penjamin lainnya.

18. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28

Ketentuan mengenai tata cara koordinasi Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 27A diatur dalam perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dan penyelenggara program jaminan sosial di bidang kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas atau penyelenggara program asuransi kesehatan tambahan atau badan penjamin lainnya.

19. Judul Bagian Kedua dari Bab VII Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Kedua Pelayanan Obat, Alat Kesehatan,  dan Bahan Medis Habis Pakai

20.  Ketentuan …

   

- 30 -

20. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32

(1) Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan berpedoman pada daftar dan harga obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Sebelum ditetapkan oleh Menteri, daftar dan harga obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara transparan dan akuntabel oleh komite nasional.

(3) Komite nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPJS Kesehatan, asosiasi profesi, perguruan tinggi dan tenaga ahli.

(4) Daftar obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan.

21. Ketentuan Pasal 34 ayat (3) diubah sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:

Pasal  34 …

   

- 31 -

Pasal  34

(1) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. penggantian uang tunai; b. pengiriman tenaga kesehatan; atau c. penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. (3) Penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a  digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

22. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38 (1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat: a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan b. 15 …

   

- 32 -

b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan. (2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan. 

23. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

(1) Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya, Menteri bertanggung jawab dalam: a. penilaian teknologi kesehatan (health   technology assessment); b. pertimbangan klinis (clinical advisory);  c. penghitungan standar tarif; dan d. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan Kesehatan. (2) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh Menteri dan/atau Dewan Jaminan Sosial Nasional sesuai kewenangan masing-masing.

24.  Diantara …

   

- 33 -

24. Diantara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43A

(1) BPJS Kesehatan mengembangkan teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas Jaminan Kesehatan.

(2) Dalam melaksanakan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait. 

25. Ketentuan Pasal 44 dihapus.

Pasal II

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. 

Agar …

   

- 34 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.  

Ditetapkan di Jakarta  pada tanggal  27  Desember  2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

ttd. 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta  pada tanggal  27  Desember  2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA        REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

                  AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN  2013  NOMOR 255

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat,

ttd.

Siswanto Roesyidi

0 komentar:

Posting Komentar